BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mitos sebagai acuan
pandangan hidup. Berbincang tentang mitos akan berkaitan erat dengan
legenda, cerita, dongeng semuanya termasuk kelompok folklore. Mengenai
mitos C.A.van Peursen mengatakan sebagai sebuah cerita
(lisan) yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Inti
dari mitos adalah lambang-lambang yang menginformasikan pengalaman
manusia purba tentang kebaikan-kejahatan, perkawinan dan kesuburan, dosa dan
proses katarsisnya. Sedangkan Rene Wellek & Austin Warren menyebutnya
sebagai cerita anonim mengenai penjelasan tentang asal mula sesuatu, nasib
manusia, tingkah laku dan tujuan hidup manusia serta menjadi alat pendidikan
moral bagi masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Ingin mengetahui asal usul legenda sangkuriang
1.3 RUMUSAN MASALAH
1.3.1 Bagaimana asal usul legenda sangkuriang ?
BAB II
TEORI
2.1 Asal Usul Sangkuriang
Sangkuriang adalah
legenda yang berasal dari tataran Sunda. Legenda tersebut
berkisah tentang terciptanya danau Bandung, gunung Tangkuban
Perahu, gunungBurangrang, dan gunung Bukit Tunggul.
Dari legenda tersebut,
kita dapat menentukan sudah berapa lama orang Sunda hidup di dataran tinggi
Bandung. Dari legenda tersebut yang didukung dengan fakta geologi, diperkirakan
bahwa orang Sunda telah hidup di dataran ini sejak beribu tahun sebelum Masehi.
Legenda Sangkuriang
awalnya merupakan tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai legenda ini ada pada
naskah Bujangga Manik yang ditulis pada daun
palem yang berasal dari akhir abad ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam
naskah tersebut ditulis bahwa Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran Bujangga
Manik atau Ameng Layaran mengunjungi tempat-tempat suci agama
Hindu di pulau Jawa dan pulau Bali pada
akhir abad ke-15.
Setelah melakukan perjalanan
panjang, Bujangga Manik tiba di tempat yang sekarang menjadi kota Bandung.
Dia menjadi saksi mata yang pertama kali menuliskan nama tempa legendanya.
Diceritakan bahwa Raja
Sungging Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni
yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan betina
bernama Wayung yang tengah bertapa ingin menjadi manusia meminum air seni tadi.
Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi cantik. Bayi cantik itu dibawa ke
keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati. Banyak para
raja yang meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya
para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas
permitaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing
jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang
tengah digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa
malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang
mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan
dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang
Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki diberi nama Sangkuriang.
Ketika
Sangkuriang berburu di dalam hutan disuruhnya si Tumang untuk mengejar babi
betina Wayungyang. Karena si Tumang tidak menurut, lalu dibunuhnya. Hati si
Tumang oleh Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan
dimakannya. Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati
si Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul
dengan senduk yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka.
Sangkuriang
pergi mengembara mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur
akhirnya sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di
tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal bahwa
putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Terminological
kisah kasih di antara kedua insan itu. Tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui
bahwa Sangkuriang adalah puteranya, dengan tanda luka di kepalanya. Walau
demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar
Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan
membendung sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka
dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur, tunggul atau
pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di
sebelah barat dan menjadi gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang,
bendungan pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada
Sang Hyang Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi
menebarkan irisan boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), ketika itu pula
fajar pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak
kemarahannya, bendungan yang berada diSanghyang Tikoro dijebolnya,
sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air
Talaga Bandung pun menjadi surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan
bersusah payah ditendangnya ke arah utara dan berubah wujud menjadi gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang
terus mengejar Dayang Sumbi yang mendadak menghilang di gunung Putri dan
berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di
sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung akhirnya menghilang ke alam
gaib (ngahiyang).
BAB III
PENUTUP
3.1 ANALISA
Dengan adanya makalah
ini penulis hanya bisa menyarankan kepada pembaca dapat membangun kehidupan
bersama, yaitu kehidupan yang saling memperhatikan, silih asih,
silih asah dan silih asuh, kemudianciptakan suasana hidup yang harmonis, damai,
aman dan tentram. Tidak lupa untuk terus menggali ilmu pengetahuan di
berbagai pelajarandan bisa mengkaji lebih dalam lagi
sebuah cerita legenda Sangkuriang.
REFERENSI
Satjadibrata, R.1946. Dongeng-dongeng
Sasakala. Jakarta: Balai Pustaka.
Wahyu Wibisana. 1992. Sangkuriang
Kabeurangan. Bandung: Mangle No. 1373.
Wellek, Rene. Austin
Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.
Woyowasito, S. 1977. Kamus
Kawi- Indonesia: CV. Pengarang.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar